Sasaran
Paulus jauh berbeda dengan sasaran para penganut agama Yahudi. Sasaran Paulus
ialah Roh itu, Allah Tritunggal
yang almuhit. Inilah sasaran tunggal
Paulus, dan ia rela melupakan setiap
perkara lain demi sasaran ini. Setiap perkara yang ia lakukan mengarah kepada Roh itu. Apakah sasaran hidup
Anda? Dapatkah Anda
berkata bahwa Anda mengarah
kepada Allah Tritunggal, atau Anda
mengarah kepada perkara yang lain? Betapa indahnya kita dapat berkata bahwa
Allah Tritunggal adalah sasaran kita,
dan kita mengarah kepada-Nya.
Bagi orang-orang
Yahudi dan bahkan bagi kebanyakan orang Kristen, Allah hanya bersifat obyektif. Tetapi bagi
kita, Allah juga bersifat subyektif, sebab Ia tinggal dalam roh kita untuk menyalurkan anugerah kepada kita.
Jadi, Allah kita tidak melulu menjadi
obyek penyembahan kita, Dia juga
sebagai Roh pemberi-hayat dalam roh
kita. Persona yang berhuni dalam
kita inilah yang seharusnya menjadi
sasaran kita.
Jika kita menasihati orang Kristen untuk tidak mengasihi
dunia, itu terlalu dangkal. Sebagai umat manusia, kita memiliki
keinginan untuk mengasihi sesuatu,
dan keinginan ini perlu dipenuhi. Kalau kita dipuaskan dengan
mengasihi Allah Tritunggal, Persona yang riil,
hidup, hadir, dan subyektif bagi
kita, maka kita akan tidak mampu mengasihi dunia lagi. Allah Tritunggal yang menjadi Roh
pemberi-hayat yang pasti lebih
indah daripada dunia ini, telah
memiliki kita sepenuhnya. Kaum beriman diselamatkan dari mengasihi dunia bukan dengan pengajaran, melainkan dengan
mengasihi Allah Tritunggal dan dipenuhi oleh-Nya.
Bila kita menabur
kepada Allah Tritunggal, kita akan hidup
oleh Roh. Demikian, dengan spontan kita akan
menjadi ciptaan baru. Makna ciptaan baru
ialah Allah, Roh ilahi, membaurkan diri-Nya sendiri dengan kita dan menyusun
kita dengan diri-Nya sendiri sehingga kita menjadi baru.
Ajaran-ajaran etika mungkin bisa memperbaiki perilaku seseorang, namun tidak mampu menyusun kembali siapa pun.
Tetapi bila kita mengarah kepada Allah Tritunggal dan hidup oleh Roh pemberi-hayat yang almuhit, Roh itu akan menyalurkan unsur ilahi ke dalam kita dan menyusun ulang diri kita. Hasilnya, kita tidak lagi menjadi ciptaan lama, melainkan menjadi ciptaan baru dengan unsur ilahi yang tergarap ke dalam kita. Hasil terakhir dari hal ini ialah Yerusalem Baru.
Ajaran-ajaran etika mungkin bisa memperbaiki perilaku seseorang, namun tidak mampu menyusun kembali siapa pun.
Tetapi bila kita mengarah kepada Allah Tritunggal dan hidup oleh Roh pemberi-hayat yang almuhit, Roh itu akan menyalurkan unsur ilahi ke dalam kita dan menyusun ulang diri kita. Hasilnya, kita tidak lagi menjadi ciptaan lama, melainkan menjadi ciptaan baru dengan unsur ilahi yang tergarap ke dalam kita. Hasil terakhir dari hal ini ialah Yerusalem Baru.