Ia membuat kita
kudus dengan menyalurkan diri-Nya
sendiri, Sang Kudus, ke
dalam diri kita, sehingga seluruh
diri kita diresapi dan dijenuhi dengan sifat kudus-Nya. Bagi kita,
kaum pilihan Allah, menjadi kudus berarti mengambil bagian dalam sifat
ilahi Allah (2 Ptr.1:4),
dan membiarkan seluruh diri kita diresapi dengan Allah sendiri. Ini
berbeda dengan sekadar sempurna tanpa
dosa atau murni tanpa dosa. Ini
membuat diri kita kudus dalam
sifat dan karakter
Allah, sama seperti Allah
sendiri.
Ingatlah, hanya Allah yang
kudus. Jika Anda tidak
berhubungan dengan Allah, Anda tidak
kudus; tidak peduli betapa Anda tanpa
dosa atau sempurna. Anda mungkin tanpa
dosa dan
sempurna seluruhnya, tetapi bila
Anda tidak berhubungan dengan
Allah, Anda tidak kudus. Begitu Anda berhubungan dengan Allah, Anda segera menjadi kudus.
Bila Allah masuk ke dalam kita, kita menjadi kudus.
Bila kita masuk ke dalam
Allah, kita menjadi lebih kudus. Tetapi ketika kita berbaur dengan Allah, kita akan
menjadi paling kudus. Jadi, kita menjadi kudus oleh adanya Allah
di dalam kita, kita menjadi lebih
kudus dengan berada di dalam
Allah, dan kita menjadi
paling kudus dengan
dibaurkan, diresapi, dan dijenuhi oleh
Allah.
Dikuduskan mula-mula berarti
dipisahkan kepada Allah; kedua berarti diterima Allah; ketiga berarti
dimiliki Allah; dan keempat
berarti diresapi Allah dan
disatukan dengan Allah. Akhirnya,
hasil dari perkara ini dalam Alkitab
adalah Yerusalem Baru, yang disebut kota kudus, sebuah kota yang bukan hanya milik Allah dan
untuk Allah, tetapi diresapi Allah, dan bersatu dengan Allah.
Yerusalem Baru adalah satu perwujudan
kudus yang dimiliki Allah,
diduduki Allah, diresapi Allah, dan yang
bersatu dengan Allah. Inilah kekudusan.
No comments:
Post a Comment