Saturday, August 18, 2012

Galatia Berita 36


Sasaran  Paulus  jauh  berbeda dengan sasaran  para penganut agama Yahudi. Sasaran Paulus ialah Roh itu,  Allah Tritunggal yang  almuhit. Inilah sasaran tunggal Paulus, dan  ia rela melupakan setiap perkara lain  demi  sasaran ini. Setiap perkara yang  ia lakukan mengarah kepada Roh  itu. Apakah sasaran  hidup  Anda?   Dapatkah  Anda   berkata bahwa Anda  mengarah kepada Allah  Tritunggal, atau Anda mengarah kepada perkara yang  lain?  Betapa indahnya kita dapat berkata bahwa Allah  Tritunggal adalah sasaran kita, dan  kita mengarah kepada-Nya.


Bagi  orang-orang Yahudi dan  bahkan bagi  kebanyakan orang Kristen, Allah  hanya bersifat obyektif. Tetapi  bagi   kita, Allah   juga   bersifat subyektif, sebab Ia  tinggal dalam roh  kita untuk menyalurkan anugerah kepada kita. Jadi, Allah  kita tidak melulu menjadi obyek  penyembahan kita, Dia  juga  sebagai Roh pemberi-hayat dalam roh  kita. Persona yang   berhuni dalam kita inilah yang  seharusnya menjadi sasaran kita.

Jika kita menasihati orang Kristen untuk tidak mengasihi dunia, itu  terlalu  dangkal. Sebagai umat manusia, kita memiliki keinginan  untuk mengasihi sesuatu, dan  keinginan ini  perlu dipenuhi. Kalau kita dipuaskan dengan mengasihi Allah  Tritunggal, Persona yang  riil,  hidup, hadir, dan  subyektif bagi kita, maka kita akan tidak mampu mengasihi dunia lagi. Allah   Tritunggal yang   menjadi Roh  pemberi-hayat yang pasti lebih  indah daripada dunia ini,  telah memiliki kita sepenuhnya. Kaum beriman diselamatkan dari mengasihi dunia  bukan dengan pengajaran, melainkan dengan mengasihi Allah  Tritunggal dan  dipenuhi oleh-Nya.

Bila  kita menabur kepada Allah  Tritunggal, kita akan hidup oleh  Roh.  Demikian, dengan spontan kita akan menjadi  ciptaan baru. Makna ciptaan baru ialah Allah, Roh ilahi, membaurkan diri-Nya sendiri dengan kita dan  menyusun  kita dengan diri-Nya sendiri sehingga kita menjadi baru. 

Ajaran-ajaran etika mungkin bisa  memperbaiki perilaku seseorang, namun tidak mampu menyusun kembali siapa pun.

Tetapi bila  kita mengarah kepada Allah  Tritunggal dan  hidup oleh  Roh  pemberi-hayat yang  almuhit, Roh  itu akan menyalurkan unsur ilahi ke  dalam kita dan  menyusun  ulang diri  kita. Hasilnya, kita tidak lagi  menjadi ciptaan  lama, melainkan menjadi ciptaan baru dengan unsur ilahi yang  tergarap ke  dalam kita. Hasil terakhir dari hal ini  ialah Yerusalem Baru.


Galatia Berita 35


Apa  adanya kita, ke mana saja kita pergi, dan apa  yang  kita katakan dan  lakukan, semuanya adalah menabur. Teristimewa kita menabur dengan tutur kata kita. Akhirnya, kita akan menjadi orang pertama yang  menuai perkara-perkara negatif yang  telah kita tabur itu.  Bahkan dalam hal  ingin tahu urusan orang lain  pun  mungkin kita menabur benih maut. Sebagai akibat dari menabur benih itu,  maka maut akan masuk ke dalam kehidupan kita sendiri,  juga  masuk ke dalam kehidupan gereja. Tetapi kitalah yang   menjadi korban pertama dari maut itu.   Kemudian maut itu  akan tersebar ke  atas diri  orang lain.

Jika kita menabur kepada daging, kita akan menuai kebinasaan dari daging, tetapi jika  kita menabur kepada Roh  itu,  kita akan menuai hayat kekal dari Roh  itu.  Dalam 6:8 daging berlawanan dengan Roh itu,  dan  kebinasaan berlawanan dengan hayat kekal. Hanya ada  dua  macam penaburan dan  dua  macam penuaian. Tidak ada  yang  netral, tidak ada  penuaian jenis  ketiga. Sudah pasti, kebinasaan mencakup maut. Menabur kepada daging selalu menghasilkan tuaian kebinasaan, sedang menabur kepada Roh  itu selalu menghasilkan tuaian hayat yang  kekal.

Jika kita ingin mengalami Dia,  haruslah kita memiliki Roh  itu   sebagai hayat kita. Ini  mengharuskan kita memiliki kelahiran ilahi. Setelah itu  kita harus hidup oleh  Roh  dan   menjadikan Roh  itu   sebagai sasaran  kita.

Kita bukan manusia yang  tanpa tujuan, yang  mengembara tanpa suatu sasaran. Kita mempunyai satu sasaran yang jelas  dan  tegas, yakni Roh  itu.  Jika Roh  itu  adalah sasaran kita, setiap perkara dalam kehidupan sehari-hari kita akan bermakna.

Berkatalah kepada Tuhan, “Tuhan, sejak saat ini  dan  seterusnyasasaranku adalah Roh  itu  dan  Roh  itu  semata. Aku sungguh gembira bahwa aku mempunyai sasaran yang  sedemikian. Kehidupanku penuh makna, sebab aku memiliki satu sasaran yang  menuntun dan  mengontrol aku dalam setiap perkara.” Tuhan sedang menyerukan panggilan-Nya dalam pemulihan-Nya, yakni menyuruh kita untuk menjadikan Roh  itu  sebagai sasaran kita dan  hidup kepada-Nya dalam setiap perkara, agar kita menuai tuaian hayat kekal itu.  Alangkah ajaibnya kita boleh  memiliki sasaran  yang demikian mulianya dalam seumur hidup kita!


Saturday, August 11, 2012

Galatia Berita 34


Dalam Galatia 4:5  Paulus berkata bahwa Allah  telah menebus kita supaya kita boleh  mendapatkan hak keputraan.  Mendapatkan hak keputraan berarti dilahirkan dari Allah dan  karenanya kita mendapatkan hayat dan  sifat ilahi. Sebagai anak-anak Allah, kita memiliki hayat dan  sifat Allah. Kelahiran kembali yang  olehnya kita dilahirkan dari Allah sehingga menjadi anak-anak-Nya dirampungkan oleh  Allah sendiri  sebagai Roh  pemberi-hayat. Sudah tentu  Tuhan Yesus  datang menjadi Penyelamat kita dan  mati di atas salib sebagai Penebus kita. Namun sasaran penyelamatan dan penebusan Allah  ialah membawa kita ke dalam keputraan. Kita tidak hanya diselamatkan dan  ditebus, bahkan kita menjadi satu roh  dengan Tuhan (1 Kor.  6:17), dan  sebagai akibatnya, kita memiliki hayat dan  sifat ilahi. Kita tidak hanya bersatu dengan Allah  secara umum, tetapi juga  benar- benar adalah satu roh  dengan Dia.

Kehidupan kristiani bukanlah kehidupan yang  agamis atau etis,  melainkan suatu kehidupan yang  menjadi satu roh  dengan Allah. Setiap kali   kita  menggunakan roh   kita berseru kepada Tuhan, kita akan mengalami transmisi ilahi, yaitu aliran arus surgawi. Karena itu  kehidupan kristiani adalah kehidupan penyuplaian dan  penerimaan. Allah  terus-menerus menyuplai, kita terus-menerus menerima dari Dia.

Semakin kita menerima Roh  itu,  kita akan semakin memperoleh hayat dan  menempuh kehidupan oleh  Roh  itu.  Saya dapat bersaksi dari pengalaman pribadi bahwa kenikmatan saya atas Roh  itu  terus bertambah-tambah dan  semakin maju. Hari demi   hari  saya selalu menerima Roh,  memperoleh hayat dan  menempuh kehidupan oleh  Roh  itu.

Saat demi  saat kita perlu menghirup hayat ilahi ke dalam  kita. Kalau demikian, kita tidak akan hidup dalam diri kita sendiri atau oleh  daging, tetapi kita akan melakukan setiap perkara oleh  Roh  yang  telah kita terima melalui pernafasan itu.  Keperluan kita hari ini  ialah berlatih menerima  Roh  dan  hidup oleh  Roh.  Ini  bukanlah agama atau etika,  melainkan pengalaman atas Roh  yang  hidup itu.


Galatia Berita 33


Hal  yang  paling penting dan  rahasia yang  diwahyukan dalam Alkitab ialah bahwa tujuan akhir Allah  adalah menggarapkan diri-Nya ke dalam umat pilihan-Nya. Kedambaan Allah  untuk menggarapkan diri-Nya ke dalam diri  kita merupakan titik inti  dari wahyu ilahi dalam Kitab Suci.  Karena hal  ini  begitu rahasia, ia  tersembunyi di dalam Alkitab;  walau tidak seluruhnya tersembunyi. Di satu pihak, ia memang merupakan satu rahasia; tetapi di pihak lain, rahasia ini  telah diwahyukan dalam Alkitab.

Allah  telah memberi kita dua  hadiah besar yang  oleh- nya  Ia  menggarapkan diri-Nya sendiri ke dalam kita, yaitu Roh  itu  dan   Firman. Kedua hadiah tersebut sebenarnya adalah Allah  sendiri. Allah  adalah Roh  dan  Allah  juga  Firman. Injil  Yohanes adalah sejilid kitab yang  dengan jelas mewahyukan Allah, Roh,  dan  Firman. Yohanes 1:1 mengatakan, “Pada  mulanya ada  Firman; Firman itu  bersama- sama dengan Allah dan  Firman itu  adalah Allah.”  Menurut Yohanes 1:14,  Firman, Allah  itu  sendiri, telah menjadi daging.  Akhirnya, Firman yang  berinkarnasi ini  telah disalibkan, dan  setelah kebangkitan-Nya, Adam   yang   akhir ini menjadi Roh  pemberi-hayat (1 Kor.  15:45b). Injil  Yohanes juga  menghubungkan Firman dan  RohRohlah yang  menghidupkankata  Tuhan Yesus   dalam  Yohanes 6:63,  dan “Perkataan-perkataan yang  Kukatakan kepadamu adalah Roh  dan   hidup.” Allah   adalah hayat, Roh  adalah hayat, Firman juga  adalah hayat. Menurut Injil  Yohanes, ketiganya  adalah satu. Allah  adalah Firman, Firman adalah Roh, dan  Roh  adalah Allah.

Kehidupan  kristiani yang  wajar adalah kehidupan yang  menerima Roh   itu   secara  terus-menerus.  Kehidupan jasmani  kita adalah satu contoh dari hal  ini.  Kehidupan jasmani tergantung pada pernafasan. Kehidupan kita adalah kehidupan bernafas. Begitu seseorang berhenti pernafasannya, ia akan segera mati. Hari ini  banyak orang Kristen yang  pernafasan  rohaninya telah berhenti, karena itu  kehidupan rohani mereka telah macet. Bernafas secara rohani berarti terus-menerus menerima Roh  itu.

Selaku orang Kristen, kita harus menjadi pneumatis (dipenuhi udara), yaitu penuh dengan pneuma, penuh dengan Roh itu.  Roh itu  adalah udara surgawi untuk kita hirup. Melalui menggunakan roh  untuk berseru kepada Tuhan, kita menghirup Roh  itu  dan  karenanya kita menerima Roh  itu.

Sebagaimana pernafasan jasmani kita tidak dapat berhenti, demikian juga  pernafasan rohani kita tidak dapat berhenti. Ini  berarti kita harus membina kebiasaan  menggunakan  roh   kita  untuk  berdoa secara terus-menerus. Unsur pokok  dalam menerima Roh  itu  dari saat ke saat adalah kita berseru kepada Tuhan dengan roh kita.

Ketika kita menggunakan roh  kita untuk berdoa, menyeru nama Tuhan, dan   mendoa-bacakan firman Tuhan, kita akan memiliki pernafasan rohani dan  menerima Roh  itu.  Demikian, esens Allah  Tritunggal, unsur surgawi, dan  hakiki ilahi akan ditambahkan ke  dalam diri  kita. Ketika unsur ini  meluas di batin kita, kita akan bertumbuh dan  ditransformasi, dan hal-hal negatif dalam diri  kita akan disingkirkan. Semakin kita bertumbuh oleh  unsur Allah  Tritunggal yang  ditambahkan ke  dalam kita, kita akan semakin berfungsi di dalam  gereja dan  terbangun bersama orang lain  di tempat kita sebagai ekspresi Tubuh Kristus.


Sunday, August 5, 2012

Galatia Berita 32


Kita bukan anak-anak menantu  Allah, melainkan anak-anak Allah dalam hayat. Jelas tidak ada  keajaiban dalam alam semesta yang lebih  besar daripada manusia yang  berdosa dapat dilahirkan kembali menjadi anak-anak Allah. Hari ini  banyak orang mencari mujizat dan  keajaiban, tetapi mereka tidak menyadari bahwa tidak ada  mujizat yang  lebih  besar daripada kelahiran  kembali. Melalui kelahiran  kembali, manusia yang  telah jatuh dapat menjadi anak-anak Allah. Dalam keselamatan-Nya, Allah  telah membuat kita, orang-orang dosa,  menjadi anak-anak-Nya yang  ilahi.

Hari ini  Allah  adalah Roh  itu,  yang  mencakup unsur- unsur inkarnasi, keinsanian, penyaliban, dan  kebangkitan. Khasiat kematian Kristus yang  ajaib, kuasa kebangkitan- Nya,  dan  realitas hayat kebangkitan-Nya, semuanya terkandung dalam Roh  itu.  Roh  ini  tidak lagi  hanya Roh  Allah atau Roh  Yehova, tetapi juga  Roh  Yesus  Kristus.

Demikian pula, setelah Allah  melahirkan kita kembali oleh  Roh-Nya, dan  menjadikan kita anak-anak Allah, Ia  tidak henti-hentinya   menyuplai kita  dengan Roh  itu.   Tidak ada   perkara yang  lebih  penting daripada tidak henti-hentinya menerima Roh itu.

Saya benar-benar dapat bersaksi betapa nikmatnya bila kita tidak henti-hentinya menerima Roh  itu.  Tidak ada  sukacita yang  dapat melampaui sukacita ini.  Kita dapat menerima Roh  itu  di mana saja, di rumah, di kantor, atau di sekolah. Karena Roh  itu  demikian mudah dan  praktis, maka  kita dapat menerima-Nya kapan saja.


Saturday, August 4, 2012

Galatia Berita 31


Ciptaan lama tidak memiliki hayat Allah, tetapi ciptaan baru memiliki hayat Allah.

Yang menjadikan ciptaan baru ialah kesatuan organik dengan Allah Tritunggal.

Ketika ia  menulis tentang damai sejahtera dan  anugerah, dalam batinnya ia  menyadari bahwa ia  menikmati damai sejahtera karena ia  membawa tanda-tanda  Yesus. Tanda- tanda Yesuslah yang  memelihara dia  dalam suatu kondisi yang  penuh damai sejahtera. Melalui menikmati anugerah, Paulus dibawa ke dalam suatu keadaan yang  penuh damai sejahtera. Ia  tetap bertahan di  dalam damai sejahtera ini melalui membawa tanda-tanda Yesus  tersebut.

Paulus menganggap dirinya seorang hamba Kristus. Sebagaimana seorang hamba  harus  mengenakan  tanda yang  membuktikan bahwa ia adalah milik seseorang, maka pada tubuh Paulus ada tanda  Yesus. Seolah-olah nama Yesus  telah dicapkan pada dirinya berulang-ulang sebagai kesaksian dan  deklarasi bahwa Paulus adalah milik Tuhan.

Sebagaimana Tuhan Yesus dan  Paulus dianiaya karena mereka menempuh kehidupan yang  tersalib, maka hal  yang  sama akan terjadi pada kita bila  kita, oleh  rahmat dan  anugerah Tuhan, mengikuti jejak  mereka untuk menempuh kehidupan yang  sedemikian. Tatkala  kita dihina, ditolak, dihukum,  diolok-olok, dan  dicemooh,  itu  berarti kita mengemban tanda-tanda Yesus. Akan tetapi, karena kita mengemban tanda-tanda itu,  kita menikmati damai sejahtera, dan  kita tidak akan disusahkan oleh situasi atau keadaan apa  pun.

Jika Anda   mengecek pengalaman  Anda, Anda   akan nampak semakin Anda  dianiaya karena mengikuti Tuhan Yesus, batin  Anda   akan  semakin bersukacita. Menurut Kisah Para Rasul 5:40-41, para murid bersukacita karena merasa terbilang layak menderita bagi  nama Yesus. Aniaya memberi kita kepastian bahwa kita menempuh jalan yang benar. Karena itu,  seperti yang   dikatakan Paulus dalam 6:16,  turunlah  kiranya damai sejahtera dan  rahmat atas orang yang   menuruti patokan ini.  Bagaimana kita tahu bahwa kita  menuruti  patokan ini?  Kita mengetahuinya melalui fakta bahwa kita telah dianiaya.